Dalil Ziarah Kubur Nabi Muhammad


بسم الله الرحمن الرحيم


Ziarah kubur adalah suatu hal yang tidak asing lagi ditelinga kita, hal ini sudah merupakan sesuatu yang lumrah, baik itu ziarah ke kubur leluhur kita, kakek, nenek, orang tua, sanak saudara dan family, para Ulama dan Auliyaa_illah, apalagi berziarah ke kubur  Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang mana setiap orang islam sangat mengidamkan berziarah ke makam manusia terbaik sepanjang masa(semoga ALLAH merizkikan kita untuk bisa ziarah ke makam beliau). Namun akhir-akhir ini kita sedang diuji dengan fitnah sekelompok golongan yang mengaku sebagai pembela sunnah, namun mereka jauh dari sunnah, mengaku pengikut manhaj salaf, tetapi justru menyelisihi para Assalaafus-shoolih, di mana mereka mengatakan bahwa ziarah kubur adalah sesuatu yang bid’ah, syirik, dan ujung-ujungnya menghukumi peziarah dengan vonis kafir.

Sebagai santri dari pesantren yang berkarakter ASWAJA dan sebagai alumni, kita harus mampu membentengi lingkungan kita dari fitnah ini yang semoga ALLAH ‘Azza wa Jalla memberikan mereka dan kita hidayah-Nya, tentunya dengan kembali kita berikan kepada mereka dalil-dalil tentang ritual yang biasa kita lakukan.

Lalu sebenarnya apa dalil dan  hukumnya ziarah ke kubur Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam???
A.    Dalil-dalil tentang ziarah kubur Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
a.       Dalil Al-qur’an.
قال الله تعالى في القران لكريم:
ولو أنهم إذ ظلموا أنفسهم جاءوك فاستغفروا الله واستغفر لهم الرسول لوجدوا الله توابا رحيما. (النساء: 63)

Artinya: “Dan sungguh, jika sekiranya  mereka setelah menzholimi dirinya datang kepadamu (Muhammad0, lalu memohon ampunan kepada Allah, dan rosul pun memohonkan ampunan bagi mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat yang Maha Penyayang.

Al-Alim fadhilatussyaikh Prof DR. As-sayyid Muhammad bin Alwi Al-maliki menjelaskan ayat ini dalam kitabnya سلسلة إيضاح مفاهيم السنة النبوية,bahwa maksud dari ayat ini adalah:
“Bahwa ketika manusia menzholimi diri mereka dengan bermksiat, wasilah mereka agar Allah mengampuni mereka dan dan menerima taubat mereka adalah dengan mendatangi Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sambil bertaubat dan meminta agar Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memintakan ampun kepada Allah Subhanahu wa ta’aala bagi mereka, maka setelah itu Allah Subhanahu wa ta’ala akan mengampuni mereka dan menerima taubat mereka.[2]
Artinya ayat ini mengandung dalil bahwa diperbolehkannya ziarah kepada Nabi Muhammad SAW jika kita sedang dalam masalah untuk meminta kepadanya agar ia meminta ampun kepada ALLAH untuk kita, sehingga dahulu di saat Nabi SAW masih hidup banyak sekali orang-orang yang datang minta didoakan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW. Lalu muncul sebuah pernyataan dari golongan yang mengharamkan ziarah ke qubur Nabi Muhammad SAW: “bahwa ayat ini dikhususkan tatkala Nabi masih hidup dan taidak berlaku lagi saat Nabi telah wafat”.
Sebagai sanggahan dari pernyataan tersebut adalah hendaknya kita menjawab: “ ayat ini adalah ayat yang bersfat ‘amm dan bukan bersifat khosh, dan jika ditinjau dari aspek ilmu Ushul fiqh adalah ayat عام dan jika ditinjau dari segi ulumul qur’an ayat ini termasuk dalam kategori أنّ العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب, yang maksudnya ayat ini adalah ayat yang UMUM dan berlaku bagi setiap keadaan, baik saat Rosulullah masih hidup ataupun saat beliau telah wafat dengan dalil:
Bahwa dalam kaidah ushul fiqh jika sebuah fiil berada dalam siyaq syarath, maka dia menunjukkan keumuman, karena fiil tersebut berada dalam makna nakiroh disebabkan ia mengandung mashdar munakkar. Dalam ayat ini maka kalimat جاؤوك bersifat umum dan siapa saja boleh mendatangi Rosulullah baik ketika hidup ataupun setelah wafat. Hal ini diperkuat dengan penafsiran para Mufassir besar dalam menafsirkan ayat ini dan membawa kisah seorang Arab yang berziarah ke makam Nabi SAW, seperti yang saya kutip dari kitabnya Syaikh Assayyid Muhammad bahwa di antara para mufassir tersebut adalah:
-          Al-Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad Al-Anshory Al-Qurthuby. Beliau berkata dalam kitab tafsirnya Al-jami’ liahkaamil qur’an juz 5 hal 265 tentang ayat tersebut: “Abu Shodiq meriwayatkan dari Ali ia berkata: “ telah datang kepada kami seorang arab setelah kami mengubur Rasulullah SAW dan orang arab tersebut menaburkan debu dari kubur Rosul ke atas kepalanya seraya berkata: “Telah ada dalam Al-qur’an (ولو أنهم إذ ظلموا أنفسهم), dan sesungguhnya aku telah menzholimi diriku, dan aku mendatangimu seraya meminta agar engkau memintakan ampun kepada Allah atas dosaku. Kemudian orang arab tersebut dipanggil dari kubur dan diberitahu bahwa ALLAH telah mengampuninya.
-          Al-Imam Al-hafizh imaaduddin ibnu Katsi menceritakan sebuah kisah dalam menafsirkan ayat ini dalam kitabnya tafsir Ibnu Katsir juz 1 hal. 787 seraya berkata: “telah menyebutkan banyak kalangan diantaranya Asy-syaikh Abu manshur ash-shibaagh dalam kitabnya Asy-syaamil akan sebuah cerita yang begitu masyhur dari Atabi (Atabi ini nama orang), Atabi berkata: “ suatu hari saya sedang duduk di sisi kubur Nabi Muhammad SAW lalu datanglah seorang Arab dan ia berkata; “ Assalamu ‘alaika yaa Rosullallah, saya telah mendengar firman Allah SWT: ولو أنهم إذ ظلموا أنفسهمdan sungguh aku telah mendatangimu sambil meminta agar engkau meminta ampunan dari Allah bagiku dan meminta syafaatmu, lalu si Arab ini membuat sebuah syair yang begitu masyhur di kalangan Ulama salafushshoolih yang berbunyi:
يا خير من دفن بالقاع أعظمه # فطاب من طيبهن القاع والأكم
نفسي الفداء لقبر أنت ساكنه # فيه العفاف وفيه الجود وتاكرم
Lalu si Arab tadi pergi dan aku (Atabi) tertidur, lalu aku memimpikan Rasulullah SAW dan beliau bersabda: “ Wahai Atabi! Temuilah orang Arab tadi dan berikanlah ia kabar gembira bahwa Allah SWT telah mengampuninya”. Selesailah cerita tentang Atabi.

Dan cerita inipun diriwayatkan juga oleh Al-Imam An-nawawi dalm kitabnya Al-Iyydhooh bab 6 halaman 498, dan oleh Imam Abu Muhammad Ibnu Qudaamah dalam kitabnya Al-Mughni Juz 3 halaman 556, dan masih banyak Ulama lain yang meriwayatkan cerita ini.

b.      Dalil yang bersumber dari Hadits Rosulullah SAW
Di antara hadits yang menjadi dalil disunnahkannya menziarahi kubur Nabi Muhammad SAW adalah hadits berikut:
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "من زار قبري وجبت له شفاعتي"

Sebagaimana ditakhrij oleh Fadhilatussyaikh Assayyid Muhammad bin Alwi Almaliki bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Addaruquthni dalam Sunannya juz 2 hal. 278, dan juga diriwayatkan dari jalur periwayatan Al-qodhi ‘Iyadh dalam kitab Asy-syifa juz 2 hal. 83 dan juga diriwayatkan oleh Imam Hakim Attirmidzi di dalam kitab An-Nawadir hal. 148 dan juga diriwayatkan oleh Al-Imam Al-“uqaili dalam kitab Adh-Dhu’afa juz 4 hal 170.
Dan paling rendahnya penilaian terhadap hadits ini adalah “HASAN”, lalu Al-Imam Al-hafizh Jalaluddin As-suyuthi  dalam kitabnya Al-manahil hal. 208 “mengatakan bahwa bagi hadits ini terdapat banyak jalan dan bukti yang saling menguatkan dalam periwayatannya, maka oleh sebab itulah Al-Imam Adz-dzahabi menilai hadits ini dalam kategori Hadits HASAN”.
Al-Imam Tajuddin As-subki mengatakan dalm kitab syifa_ussaqoom setelah menyebutkan jalur-jalur periwayatan hadits ini: “dan oleh sebab itu(banyaknya jalur periwayatan) telah jelas bahwa sesungguhnya paling rendahnya derajat untuk hadits ini adalah derajat HASAN, hal itu jika kita tidak menganggap hadits ini Shoheh.
Kemudian Asy-syaikh Mahmuud Mamduuh dalam mentakhrij hadits ini setelah diadakan penelitian secara ilmiyah beliau mengataka: “Sesungguhnya hadits ini adalah hadits hasan dan itu tidak boleh tidak(Maksudnya wajib hadits ini bernilai hasan) dan inilah yang dituntut dalam kaedah ilmu hadits.

Ini hanyalah satu dari sekian banyak hadits yang bisa dijadikan dalil untuk melaksanakan ziarah kubur Nabi Muhammad SAW, dan masih banyak lagi hadits yang lainnya yang perangkum tidak ikutsertakan.

c.       Pendapat para Ulama tentang sunnahnya ziarah kubur nabi Muhammad SAW
Dalam kesempatan kali ini perangkum hanya menuliskan pendapat para Ulama dalam madzhab Syafi’i saja dikarenakan kita semua bermadzhab Syafi’i.
1.      Al-Imam Abu Ishaq Asy-syairoozi
Beliau telah berkata dalam kitabnya Al-Muhadzdzab: “Dan disunnahkan menziarahi kubur Nabi Muhammad SAW karena ada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar Rodhiyalahu ‘anhuma bahwasanya Rosulullah SAW bersabda:
من زار قبري وجبت له شفاعتي
Artinya: “Barangsiapa yang menziarahi kuburanku maka wajib baginya syafaatku”.

2.      Al-Imam Abu zakariyya muhyiddiin bin syarof An-nawawi (Al-Imam An-nawawi)
Beliau mengatakan dalam kitabnya Al-Majmu’ sayrah Muhadzdzab Juz. 8 Hal. 272: “Dan ketahuilah bahwasanya menziarahi kubur Nabi Muhammad SAW itu dari paling pentingnya cara mendekatkan diri kepada ALLAH, maka apabila orang-orang yang sedang melaksanakan haji dan umroh telah pergi dari kota Makkah disunnahkan bagi mereka dengan sunnah muakkad untuk pergi ke kota Madinah untuk menziarahi makam Nabi Muhammad SAW, dan hendaknya mereka berniat untuk mendekatkan diri kepada ALLAH dan berniat untuk syadurrihal[3]ke masjid nabawi dan sholat di dalamnya.
Beliaupun mengatakan dalam kitabnya Al-Minhaj bsyarhil mahalli, juz. 2 hal. 125 dan di dalam kitabnya Al-Iidhooh fii manaasikil hajj hal 488: dan disunnahkan meminum air zamzam dan menziarahi kubur Baginda Rosulullah setelah selesai melaksanakan ibadah haji”.
dan di dalam kitabnya Al-Iidhooh fii manaasikil hajj hal 489 beliau mengatakan:” dan disunnahkan bagi peziarah apabila ia menziarahi kubur Nabi Muhammad SAW hendaknya memperbanyak membaca sholawat dam salam kepada Nabi Muhammad SAW saat di perjalanan dan hendaknya ia memohon kepada ALLAH ta’alaa agar Allah Ta’aalaa memebrikan kepadanya kemanfaatan dalam ziarahnya dan menerima amalnya.

Ini adalah pendapat 2 Imam besar dalam madzhab Syafi’i yang menghukumi sunnah berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW dan kami rasa cukup mengutip pendapat 2 Imam besar ini, sesungguhnya masih banyak perkataan-perkataan para Imam yang lain seperti: Al-Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al-Mahally (Imam Jalaluddin Al-Mahalli salah satu pengarang tafsir jalalain) dalam kitabnya Syarhul Mahalli ‘alal Minhaj, Al-Imam Abu Yahya Zakariyya Al-Anshory dalam kitabnya Fathul wahhaab ‘alaa minhaji Ath-thullab, Al-Imam Syamsudin Muhammad Abul Abbas Ar-romli dalam kitabnya Nihayatul muhtaaj fii Syarhil minhaaj, Al-Imam Syihabuddin Ahmad bin Hajar Al-haitami dalam kitabnya Tuhfatul muhtaj bisyarhil minhaj, dan masih banyak lagi Ulama dan para Imam yang lainnya bahkan yang dari para Imam madzahib yang lain.


 Demikianlah telah kami rangkum dan kami sadurkan dalil-dalil tentang disunnahkannya menziarahi kubur Nabi Muhammad SAW, maka dari itu tidak usah ragu dan takut untuk mengemukakan kebenaran dan melaksanakan apa yang kita yakini, karena apa yang kita lakukan pun telah berlandaskan Al-Qur’an dan As-sunnah dan juga Aqwaal para Ulama yang sholih. Namun memang apa yang dilakukan sekelompok orang yang mengaku sebagai golongan Salafi yang mana tepatnya mereka adalah golongan Wahabi tetap saja meresahkan masyarakat dengan menganggap para peziarah sebagai orang yang musyrik, bahkan mereka menggunakan hadits untuk mengelabui kita, pada bagian selanjutnya kami akan menuliskan tentang kesalah kaprahan kelompok Wahabi dalam mengistimbathkan sebuah hadits.

B.     Kesalah kaprahan Wahabi dalam mengistimbathkan hadits

Di masyarakat kita akan menghadapi propaganda “Salafi Wahabi” yang menharamkan ziarah kubur Nabi Muhammad SAW dan menghukumi pelakunya sebagai seorang yang musyrik yang telah keluar dari Islam (sungguh ini adalah perbuatan yang keji), sebagai kelompok yang mengaku Muslim mereka pun menggunakan Al-Qur’an dan hadits untuk melegitimasi faham mereka. Di antara hadits yang mereka gunakan untuk dijadikan dalil haramnya ziarah kubur Nabi Muhammad SAW adalah hadits berikut:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " لا تشدّ الرحال إلاّ إلى ثلاثة مساجد المسجد الحرام ومسجدي هذا والمسجد الأقصى (رواه البخاري ومسلم في صحيحيهما)
Artinya: “ Janganlah kalian mempersulit diri kalian untuk menempuh perjalanan kecuali kepada 3 masjid: Masjidil Harom, Masjidku ini (Masjid Nabawi) dan masjidil aqsho”.

Para golongan salafi wahabi menjadikan hadits ini sebagai dalil untuk mengharamkan ziarah kubur Nabi, karena mereka menganggap semua perjalanan itu tidak wajib dilakukan dengan susah payah kecuali kepada tiga masjid tadi. Dari sini saja sudah jelas kekeliruan mereka dalam memahami hadits, karena hadits ini melarang untuk memaksakan perjalanan. Namun mereka malah menggunakan hadits ini sebagai dalil mengharamkan ziarah kubur. Hadits ini tidak bisa dijadikan dalil untuk mengharamkan berziarah ke kubur Nabi Muhammad SAW dikarenakan yang dibahas dalam hadits ini adalah dilarangnya kita untuk memaksakan diri melakukan perjalanan ke masjid-masjid untuk melaksanakan sholat kecuali ke tiga masjid tadi, sebagaimana penjelasan Al-Imam Syaikhul Islam Ibnu Hajar Al-‘asqolani dalam kitabnya yang monumental Fathul Baari yang akan kami kutipkan. Berikut penjelasan beliau tentang hadits ini:

" قال ابن حجر العسقالاني: قال بض المحققين: قوله: (إلاّ إلى ثلاثة مساجد) المستثنى منه محذوف، فإما أن يقدر عاما فيصير: لا تشد الرحال إلى مكان في أي امر كان إلاّ إلى ثلاثة، أو أخص من ذلك؛ إذ لاسبييل إلى الأول لإفضائه إلى سد باب السفر للتجارة وصلة الرحم وطلب العلم وغيرها. فتعين الثالني. والأولى ان يقدر ما هو أكثر مناسبة، وهو: لا تشد الرحال إلى مسجد للصلاة فيه إلاّ غلى الثلاثة. فيبطل بذلك قول من منع شدّ الرحال إلى زيارة القبر الشريف وغيره من قبور الصالحين، والله أعلم".
Berikut terjemahan perkataan Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dengan bahasa yang kami bawa ke bahasa penjelasan dengan tujuan untuk lebih memudahkan pemahaman hadits ini
Ibnu Hajar berkata: “ telah mengatakan sebagian muhaqqiq tentang sabda Rosulillah SAW إلاّ إلى ثلاثة مساجد, dalam hadits ini terdapat huruf istitsna, akan tetapi mustatsna minhu’a di sini tidak ada, maka ada 2 cara untuk menyimpulkan mustatsna minhu yang hilang di hadits ini:

Pertama: mengira-ngirakannya secara umum (taqdiir ‘aam), yang mana jika mustatsna minhu di sini ditaqdirkan secara ‘amm maka ia akan menjadi: Janganlah kalian memaksakan diri melakukan perjalanan ke tempat manapun dalam keadaan apapun[4]kecuali ke tempat yang tiga tadi,

Cara yang ke 2 adalah dengan mentakhshish (atau mengkhususkan) mustatsna minhu yang hilang, hali ini dilakukan jika tidak ada jalan bagi cara yang pertama yaitu taqdiir ‘aamuntuk memperluas maslah hadits ini ke dalam bab perjalanan bagi yang perdagangan, menuntut ilmu, shilaturrahim dan selainnya. Maksudnya, jika hadits ini masih menggunakan methode pertama dalam menentukan mustatsna minhu’a, maka memaksakan diri untuk menuntut ilmu, berdagang, silaturrahim pun akan haram, hal ini disebabkan mustasna minhunya adalah “ke tempat manapun dalam keadaan apapun”, maka dari itu diambillah metode yang ke dua, yaitu mentakhsish mustatsna minhu yang hilang, dan hasil takhshishnya adalah: janganlah kalian memaksakan diri melakukan perjalanan ke Masjid untuk sholat di dalamnya[5]kecuali kepada 3 masjid tersebut. Kesimpulan mustasna minhu yang ke dua ini disandarkan dengan keterkaitan kalimat yang setelahnya yaitu kalimat مساجد  maka para Ulama sepakat menggunakan metode yang ke dua yaitu metode takhshish dalam menentukan mustatsna minhu yang hilang pada hadits ini. Maka hasilnya adalah: Gugurlah pendapat orang yang mengatakan “bahwa memaksakan diri untuk melakukan perjalanan berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW dan juga makam yang lainya dari makam para Sholihiin itu haram.”

Dari pembahasan di atas jelas, bahwa memaksakan diri untuk melaksanakan perjalanan berziarah ke kubur Nabi Muhammad SAW dan kubur para orang sholeh diperbolehkan bahkan disunnahkan, dan diperbolehkan memaksakan diri untuk melakukan perjalanan dalam rangka menuntut ilmu, berdagang, silaturrahim dan yang lainya.

Bahkan Al-Imam Ibnu Qudamah berkata: “Adapun kalimat لا تشدّ الرحال إلاّ إلى ثلاثة مساجد hanya mengandung peniadaan keutamaan masjid yang lain jika dibandingkan dengan 3 masjid tadi, dan tidak mengarahkan kepada pengharaman”.[6]

Dari sini jelaslah bahwa hadits yang digunakan oleh kelompok Salafi Wahabi salah tempat dan penggunaan salah kaprah.

Dengan telah adanya dalil-dalil di atas tentang disunnahkannya menziarahi makam Nabi Muhammad SAW, maka hendaknya setalh ini kita jangan lagi ragu akan kebenaran ilmu yang telah disampaikan oleh para As-Salafusshoolih, karena mereka adalah orang-orang yang tidak sembarangan dalam mennetukan suatu hukuim, tinggal bagaimana kita menyampaikan argumen ini dengan bijaksana dan sopan santun, karena biar bagaimanapun para golongan Salafi Wahabi adalah saudara kita yang harus kita doakan semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kita dan juga mereka hidayah-Nya.Wallahu a’lam.

Demikian tulisan ini kami sampaikan, semoga ada manfaatnya, InsyaAllah untuk artikel selanjutnya kami akan membahas sekte Salafi Wahabi, agar kita bisa membedakan mana Salafi yang asli dan mana yang palsu.

Semoga dengan tulisan ini pula sahabat-sahabat bersemangat untuk terus berkarya dan berprestasi, dan tetap menjunjung nama baik Pondok Pesantren Ibadurrahman, dan tak lupa saya Al-Faqqir ilaa rahmatillah  dengan senang hati akan menerima kritik dan saran dari kawan-kawan sekalian jika ada kesalahan dalam tulisan ini.

نسأل الله أن يهدينا وإياهم إلى الصراط المستقيم، والله أعلم بالصواب



[1] . pembahasan tentang penamaan salafiyyah atau wahabiyyah pada kelompok ini insyaALLAH akan dituliskan di lain kesempatan
[2] . سلسلة إيضاح مفاهيم السنة النبوية لفضيلة الشيخ السيد محمد بن علوي المالكي: ص 11
[3] . شدّ الرحل itu  maksudnya memaksakan diri dalam melakukan perjalanan untuk mencapai suatu tempat tujuan.
[4] . kalimat yang tercetak tebal adalah mustasna minhu dari metode pertama
[5] . adapun kalmat tercetak tebal yang ini adalah mustasna minhu dari metode yang ke dua
[6] . Fathul bari juz 3 hal. 69

Thanks To : Ustadz Reza Abdul Fatah
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

Anonim
1 Juni 2015 pukul 15.38

Thank Sobat atas Postingan yang sangat membantu sekali

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Waroeng Mukhtasor - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger