Surah 'Abasa
terdiri atas 42 ayat. Dinamai 'Abasa, yang
berarti 'Ia bermuka masam', diambil dari ayat pertama.
Surah ini disepakati sebagai surah Makkiyyah. Namanya yang paling populer adalah surah 'Abasa (cemberut).Ada juga yang menamainya surah ash-Shakhkhah
(yang memekakkan telinga), surah as-Safarah (para penulis kalam Ilahi), dan
surah al-A'ma (sang tunanetra) yang kesemuanya diambil dari kata-kata yang
terdapat dalam surah ini. Pakar tafsir, Ibn al-'Arabi, dalam bukunya Ahkam
al-Qur'an menamainya surah Ibn Ummi Maktum karena awal surah ini turun
berkenaan dengan kasus sahabat Nabi yang buta itu sebagaimana akan Anda baca.
Tema utamanya, menurut Ibn 'Asyur, adalah pengajaran kepada Nabi Muhammad saw membandingkan peringkat-peringkat kepentingan agar tidak mendahulukan sesuatu yang pada mulanya penting atas yang lain, yang sama dengannya atau lebih penting darinya, sambil mengisyaratkan perbedaan keadaan kaum musyrikin yang berpaling dari petunjuk Islam dengan kaum muslimin yang memberi perhatian besar terhadap ajaran Islam.
Menurut al-Biqa'i —tokoh yang selalu berusaha menunjukkan keserasian hubungan ayat-ayat al-Qur'an— tema dan tujuan utama surah ini adalah penjelasan tentang kandungan ayat 45 surah yang lalu yaitu: "Engkau hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya, yakni kepada hari kiamat."
Penjelasan itu adalah bahwa tujuan utamanya adalah memberi peringatan bagi siapa yang memiliki potensi (dan bermaksud) untuk takut kepada Allah melalui peringatan tentang hari kiamat yang telah terbukti keniscayaannya dengan kuasa-Nya menciptakan manusia pertama kali serta penciptaan awal dan pengulangannya menyangkut makanan. Namanya 'Abasa (bermuka masam) menunjukkan tujuan tersebut dengan memerhatikan ayat-ayatnya serta tujuannya. Demikian juga dengan namanya yang lain yaitu ash- Shakhkhah dan al-Bakhkhah yang menggambarkan tersemburnya api dan keburukan.
Thabathaba'i berpendapat bahwa surah ini merupakan kecaman kepada siapa yang memberi perhatian kepada orang-orang kaya yang bermewah-mewah dengan mengabaikan orang-orang lemah dan miskin dari kaum beriman. Thabathaba'i mengemukakan riwayat yang berbeda dengan riwayat populer di kalangan kelompok Ahl as-Sunnah yang mengatakan bahwa ayat ini turun sebagai teguran kepada Nabi Muhammad saw yang bermuka masam terhadap 'Abdullah Ibn Ummi Maktum yang tunanetra.
Ulama beraliran Syi'ah itu mengemukakan riwayat dari sumber Syi'ah yang menyatakan bahwa yang bermuka masam bukanlah Nabi Muhammad saw, tetapi salah seorang selain beliau. Surah ini dinilai sebagai surah yang ke-24 dari segi perurutan turunnya kepada Nabi saw. Ia turun sesudah surah an-Najm dan sebelum surah al-Qadr. Jumlah ayat-ayatnya menurut cara perhitungan ulama Mekkah, Madinah, Kufah adalah 42 ayat, sedang menurut cara perhitungan ulama Bashrah 41 ayat.
Surah ini merupakan awal dari surah-surah al-Mufashshal yang pertengahan jumlah ayat-ayatnya. Sedang, surah al-Hujurat sampai dengan an-Nazi'at adalah awal surah al-Mufashshal yang jumlah ayat-ayatnya dinilai banyak.
Surah ini disepakati sebagai surah Makkiyyah. Namanya yang paling populer adalah surah 'Abasa (cemberut).
Tema utamanya, menurut Ibn 'Asyur, adalah pengajaran kepada Nabi Muhammad saw membandingkan peringkat-peringkat kepentingan agar tidak mendahulukan sesuatu yang pada mulanya penting atas yang lain, yang sama dengannya atau lebih penting darinya, sambil mengisyaratkan perbedaan keadaan kaum musyrikin yang berpaling dari petunjuk Islam dengan kaum muslimin yang memberi perhatian besar terhadap ajaran Islam.
Menurut al-Biqa'i —tokoh yang selalu berusaha menunjukkan keserasian hubungan ayat-ayat al-Qur'an— tema dan tujuan utama surah ini adalah penjelasan tentang kandungan ayat 45 surah yang lalu yaitu: "Engkau hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya, yakni kepada hari kiamat."
Penjelasan itu adalah bahwa tujuan utamanya adalah memberi peringatan bagi siapa yang memiliki potensi (dan bermaksud) untuk takut kepada Allah melalui peringatan tentang hari kiamat yang telah terbukti keniscayaannya dengan kuasa-Nya menciptakan manusia pertama kali serta penciptaan awal dan pengulangannya menyangkut makanan. Namanya 'Abasa (bermuka masam) menunjukkan tujuan tersebut dengan memerhatikan ayat-ayatnya serta tujuannya. Demikian juga dengan namanya yang lain yaitu ash- Shakhkhah dan al-Bakhkhah yang menggambarkan tersemburnya api dan keburukan.
Thabathaba'i berpendapat bahwa surah ini merupakan kecaman kepada siapa yang memberi perhatian kepada orang-orang kaya yang bermewah-mewah dengan mengabaikan orang-orang lemah dan miskin dari kaum beriman. Thabathaba'i mengemukakan riwayat yang berbeda dengan riwayat populer di kalangan kelompok Ahl as-Sunnah yang mengatakan bahwa ayat ini turun sebagai teguran kepada Nabi Muhammad saw yang bermuka masam terhadap 'Abdullah Ibn Ummi Maktum yang tunanetra.
Ulama beraliran Syi'ah itu mengemukakan riwayat dari sumber Syi'ah yang menyatakan bahwa yang bermuka masam bukanlah Nabi Muhammad saw, tetapi salah seorang selain beliau. Surah ini dinilai sebagai surah yang ke-24 dari segi perurutan turunnya kepada Nabi saw. Ia turun sesudah surah an-Najm dan sebelum surah al-Qadr. Jumlah ayat-ayatnya menurut cara perhitungan ulama Mekkah, Madinah, Kufah adalah 42 ayat, sedang menurut cara perhitungan ulama Bashrah 41 ayat.
Surah ini merupakan awal dari surah-surah al-Mufashshal yang pertengahan jumlah ayat-ayatnya. Sedang, surah al-Hujurat sampai dengan an-Nazi'at adalah awal surah al-Mufashshal yang jumlah ayat-ayatnya dinilai banyak.
Rangkaian
ayat-ayat ini turun berkaitan dengan kedatangan seorang tunanetra kepada Nabi
Muhammad saw yang meminta agar beliau mengajarnya. Nabi saw ketika
kedatangannya itu sedang menjelaskan ajaran Islam kepada tokoh-tokoh masyarakat
Mekkah dengan harapan ajakan beliau dapat menyentuh hati dan pikiran mereka, dan
ini tentu saja akan membawa dampak positif bagi perkembangan dakwah Islam.
Nah, kedatangan sang tunanetra saat itu sungguh mengganggu sehingga beliau tidak menyambutnya, bahkan bermuka masam. Allah dalam ayat 3 dan 4 mengarahkan pembicaraan langsung kepada Nabi saw dengan berfirman: Apakah yang menjadikanmu mengetahui? Yakni engkau tidak dapat mengetahui isi hati seseorang. Boleh jadi dia, sang tunanetra, itu ingin membersihkan diri dan mengukuhkan imannya atau dia ingin mendapatkan pengajaran sehingga bermanfaat baginya pengajaran itu walau tidak dalam bentuk yang mantap.
Ayat-ayat berikutnya melanjutkan teguran-Nya dengan menyatakan bahwa: Adapun orang yang merasa tidak butuh kepadamu karena memiliki harta, anak, atau kedudukan maka engkau melayaninya dan menjelaskan secara sungguh-sungguh ajaran Islam. Engkau berbuat demikian, lanjut ayat 7, padahal tiada (celaan) atasmu, kalau dia tidak membersihkan diri dan memeluk Islam. Ayat 8 s/d 10 melanjutkan bahwa sedang siapa yang datang kepadamu dengan bersegera dan dalam keadaan takut—yakni sang tunanetra itu—maka engkau mengabaikannya
Nah, kedatangan sang tunanetra saat itu sungguh mengganggu sehingga beliau tidak menyambutnya, bahkan bermuka masam. Allah dalam ayat 3 dan 4 mengarahkan pembicaraan langsung kepada Nabi saw dengan berfirman: Apakah yang menjadikanmu mengetahui? Yakni engkau tidak dapat mengetahui isi hati seseorang. Boleh jadi dia, sang tunanetra, itu ingin membersihkan diri dan mengukuhkan imannya atau dia ingin mendapatkan pengajaran sehingga bermanfaat baginya pengajaran itu walau tidak dalam bentuk yang mantap.
Ayat-ayat berikutnya melanjutkan teguran-Nya dengan menyatakan bahwa: Adapun orang yang merasa tidak butuh kepadamu karena memiliki harta, anak, atau kedudukan maka engkau melayaninya dan menjelaskan secara sungguh-sungguh ajaran Islam. Engkau berbuat demikian, lanjut ayat 7, padahal tiada (celaan) atasmu, kalau dia tidak membersihkan diri dan memeluk Islam. Ayat 8 s/d 10 melanjutkan bahwa sedang siapa yang datang kepadamu dengan bersegera dan dalam keadaan takut—yakni sang tunanetra itu—maka engkau mengabaikannya
Pelajaran yang Dapat Dipetik
Dari Ayat 1-10
1.
Ayat-ayat tadi menunjukkan betapa jujur Nabi Muhammad saw dalam menyampaikan
wahyu al-Qur'an sehingga teguran terhadap diri beliau pun tidak
disembunyikannya.
2. Kendati sikap Nabi Muhammad saw dalam kasus yang dibenarkan ayat-ayat ini menurut ukuran manusia terhormat adalah sangat wajar dan baik, tetapi karena beliau adalah manusia teragung, maka itu dinilai Allah tidak wajar beliau lakukan.Karena itu, ada rumus yang menyatakan bahwa: "Apa yang dianggap baik oleh orang kebanyakan, masih dapat dinilai buruk oleh yang budiman."
2. Kendati sikap Nabi Muhammad saw dalam kasus yang dibenarkan ayat-ayat ini menurut ukuran manusia terhormat adalah sangat wajar dan baik, tetapi karena beliau adalah manusia teragung, maka itu dinilai Allah tidak wajar beliau lakukan.Karena itu, ada rumus yang menyatakan bahwa: "Apa yang dianggap baik oleh orang kebanyakan, masih dapat dinilai buruk oleh yang budiman."
3.
Tidak terlarang menyebut ciri yang tidak disenangi oleh yang dicirikan bila hal
tersebut diperlukan untuk menjelaskan identitasnya. Menamai seseorang 'si
tunanetra' untuk tujuan memperkenalkannya —karena tidak ada kata lain yang
dapat menunjuknya— digunakan oleh ayat ini.
4.
Teguran tersebut mengajarkan bahwa ada hal-hal yang terlihat baik dan tepat
melalui pandangan mata atau indikator-indikator yang tampak, tetapi pada
hakikatnya jika diperhatikan lebih dalam dan dipikirkan secara saksama, atau
jika diketahui hakikatnya yang terdalam maka ia tidak demikian.
5.
Menghadapi —walau seorang— yang benar-benar ingin belajar dan menyucikan diri
jauh lebih baik daripada menghadapi banyak orang yang hatinya tertutup.
Intisari Kandungan Ayat (Ayat 11-16)
Ayat-ayat yang lalu menegur Nabi Muhammad saw atau siapa pun, ayat 11 dan 12 mengingatkan bahwa sekali-kali jangan mengulangi sikap itu! Sesungguhnya ia yakni ayat-ayat al-Qur’an serta ajaran yang engkau sampaikan kepada tokoh kaum musyrik itu adalah suatu peringatan, maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia mengingatnya yakni memerhatikannya.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa ajaran itu tercantum juga di dalam lembaran-lembaran yang dimuliakan di sisi Allah (13) yang ditinggikan kedudukannya atau di langit lagi disucikan (14) sehingga tidak disentuh oleh sedikit kekurangan atau kekeruhan pun. Ia berada di tangan para penulis yakni dalam genggaman tangan para malaikat (15).Para
malaikat itu adalah penulis-penulis yang menulis al-Qur’an dari Lauh al-Mahfudz
atau duta-duta yang mulia, berbudi luhur lagi berbakti dengan kebaktian yang
sangat tinggi (16).
Pelajaran yang Dapat Dipetik Dari Ayat 11-16
Intisari Kandungan Ayat (Ayat 11-16)
Ayat-ayat yang lalu menegur Nabi Muhammad saw atau siapa pun, ayat 11 dan 12 mengingatkan bahwa sekali-kali jangan mengulangi sikap itu! Sesungguhnya ia yakni ayat-ayat al-Qur’an serta ajaran yang engkau sampaikan kepada tokoh kaum musyrik itu adalah suatu peringatan, maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia mengingatnya yakni memerhatikannya.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa ajaran itu tercantum juga di dalam lembaran-lembaran yang dimuliakan di sisi Allah (13) yang ditinggikan kedudukannya atau di langit lagi disucikan (14) sehingga tidak disentuh oleh sedikit kekurangan atau kekeruhan pun. Ia berada di tangan para penulis yakni dalam genggaman tangan para malaikat (15).
Pelajaran yang Dapat Dipetik Dari Ayat 11-16
1.
Al-Qur'an adalah pelajaran dan peringatan. Setiap pelajaran dan peringatan baru
akan bermanfaat jika ada langkah dari seseorang untuk menjadikannya pelajaran.
Tidak ada gunanya Anda memiliki tiket perjalanan dan mengetahui tempat dan jam
keberangkatan jika Anda tidak melangkah keluar rumah menuju stasiun/ bandara.
2.
Prinsip-prinsip ajaran yang terdapat dalam al- Qur'an, yakni akidah, syariah,
dan akhlak terdapat juga dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah; Taurat,
Injil, Zabur, dan shuhuf Ibrahim.
3.
Ada malaikat
yang antara lain berfungsi sebagai duta-duta bagi manusia, dalam arti melakukan
kegiatan yang bermanfaat, bermohon kepada Allah kiranya si A atau si B
memperoleh pengampunan dan perlindungan Allah.
Kelompok
ayat-ayat yang lalu berbicara tentang keniscayaan hari kemudian dan sikap
manusia yang durhaka terhadap jalannya; mereka yang enggan memerhatikan
al-Qur'an.
Ayat 17 mengecam mereka yang angkuh itu dan siapa pun yang enggan menyambut tuntunan al-Qur'an dengan menyatakan: Binasalah manusia yang durhaka; alangkah amat sangat besar kekafirannya! Bukan saja pada banyaknya kekufuran, tetapi juga pada kualitas kekufurannya yang demikian mantap.
Lebih lanjut kandungan ayat tersebut bagaikan berkata, Apakah gerangan yang membuatnya kafir dan ingkar? Lalu, ayat 18 bagaikan berkata: Tidakkah dia berpikir dari apakah Dia yakni Allah menciptakannya?
Tanpa menunggu jawaban, langsung dijawab oleh ayat 19 —karena siapa pun yang berakal tidak akan menjawab selainnya— bahwa: Dari setetes mani yang kadarnya sangat sedikit dan terlihat remeh/ menjijikkan. Dia Yang Maha Kuasa itu menciptakannya lalu menetapkan kadar-nya yakni menentukan fase-fase kejadiannya hingga sempurna dan lahir sebagai manusia. Kemudian setelah sempurna kejadiannya sebagai janin, jalan untuk keluar dari perut ibunya Dia memudahkan (20) kemudian Dia mematikannya setelah berlalu usia yang ditetapkan Allah baginya, lalu Allah memerintahkan memasukkannya ke dalam kubur (21) kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya dari kubur (22).
Selanjutnya, ayat 23 memperingatkan seluruh manusia: Sekali-kali jangan! Yakni jangan angkuh dan jangan kafir! Atau 'Hati-hatilah!' Ayat 23 menjelaskan sebabnya, yakni karena dia belum menuntaskan tugasnya yang diperintahkan Allah sejak dia mukallaf/ dewasa sampai kematiannya.
Pelajaran yang Dapat Dipetik Dari Ayat 17-23
Ayat 17 mengecam mereka yang angkuh itu dan siapa pun yang enggan menyambut tuntunan al-Qur'an dengan menyatakan: Binasalah manusia yang durhaka; alangkah amat sangat besar kekafirannya! Bukan saja pada banyaknya kekufuran, tetapi juga pada kualitas kekufurannya yang demikian mantap.
Lebih lanjut kandungan ayat tersebut bagaikan berkata, Apakah gerangan yang membuatnya kafir dan ingkar? Lalu, ayat 18 bagaikan berkata: Tidakkah dia berpikir dari apakah Dia yakni Allah menciptakannya?
Tanpa menunggu jawaban, langsung dijawab oleh ayat 19 —karena siapa pun yang berakal tidak akan menjawab selainnya— bahwa: Dari setetes mani yang kadarnya sangat sedikit dan terlihat remeh/ menjijikkan. Dia Yang Maha Kuasa itu menciptakannya lalu menetapkan kadar-nya yakni menentukan fase-fase kejadiannya hingga sempurna dan lahir sebagai manusia. Kemudian setelah sempurna kejadiannya sebagai janin, jalan untuk keluar dari perut ibunya Dia memudahkan (20) kemudian Dia mematikannya setelah berlalu usia yang ditetapkan Allah baginya, lalu Allah memerintahkan memasukkannya ke dalam kubur (21) kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya dari kubur (22).
Selanjutnya, ayat 23 memperingatkan seluruh manusia: Sekali-kali jangan! Yakni jangan angkuh dan jangan kafir! Atau 'Hati-hatilah!' Ayat 23 menjelaskan sebabnya, yakni karena dia belum menuntaskan tugasnya yang diperintahkan Allah sejak dia mukallaf/ dewasa sampai kematiannya.
Pelajaran yang Dapat Dipetik Dari Ayat 17-23
1.
Manusia perlu mempelajari asal kejadian dan jati dirinya, agar menyadari
kelemahannya sehingga tidak angkuh dan selalu memohon bantuan Allah dan agar
mengetahui potensi-potensinya, agar mengembangkan dan memanfaatkannya. Di
samping itu siapa yang mengenal dirinya, maka dia akan dapat mengenal keagungan
dan kebesaran Tuhannya.
2.
Pengetahuan tentang kapan datangnya kiamat, sedikit pun tidak diketahui
manusia—berbeda dengan pengetahuannya tentang kelahiran anak atau kematian. Itu
sebabnya ketika menguraikan tentang hari kebangkitan, ayat tadi menggunakan
kalimat Bila Dia menghendaki.
3.Siapa
pun dan betapapun sempurnanya ibadah dan ketakwaan, namun manusia tetap saja
tidak dapat melaksanakan secara sempurna dan tuntas seluruh apa yang ditugaskan
Allah kepada-Nya. Itu salah satu sebab mengapa Allah membuka pintu taubat.
Intisari Kandungan Ayat (Ayat 24-32)
Setelah ayat-ayat yang lalu mengajak manusia memerhatikan dirinya, ayat 24 mengajak untuk memerhatikan bahan makanannya dengan mata kepala dan mata hati. Ayat 24 seakan-akan berkata: Kalau manusia hendak melaksanakan tugasnya dengan baik maka hendaklah manusia itu melihat ke makanannya, memerhatikan serta merenungkan bagaimana proses yang dilaluinya sehingga siap dimakan.
Ayat 25 hingga 30 menjelaskan sekelumit proses itu dan hasil yang dipersembahkannya, yakni Sesungguhnya Kami telah mencurahkan air dari langit sederas-derasnya (25), kemudian Kami belah bumi yakni merekahnya melalui tumbuh-tumbuhan dengan belahan yang sempurna (26), lalu Kami tumbuhkan padanya yakni di bumi itu biji-bijian (27), dan anggur serta sayur-sayuran (28) dan juga pohon Zaitun serta pohon kurma (29), kebun-kebun yang lebat (30), serta buah-buahan dan Abba*) yakni rumput-rumputan (31) Itu semua adalah untuk kesenangan kamu wahai umat manusia dan juga untuk binatang-binatang ternak kamu (32).
* Sayyidina Abu Bakar ra. pernah ditanya tentang arti Abba (ayat 31), lalu beliau menjawab dengan 'Saya tidak tahu.' Jawaban serupa dikemukakan juga oleh Sayyidina Umar Ibnu al-Khaththab ra. Ini memberi pelajaran untuk tidak menjawab pertanyaan yang kita tidak ketahui, sekaligus larangan menafsirkan al-Qur'an secara spekulatif. Biarlah orang lain atau generasi berikut yang menjelaskannya, bila mereka mampu.
Pelajaran yang Dapat Dipetik Dari Ayat 24-32
Intisari Kandungan Ayat (Ayat 24-32)
Setelah ayat-ayat yang lalu mengajak manusia memerhatikan dirinya, ayat 24 mengajak untuk memerhatikan bahan makanannya dengan mata kepala dan mata hati. Ayat 24 seakan-akan berkata: Kalau manusia hendak melaksanakan tugasnya dengan baik maka hendaklah manusia itu melihat ke makanannya, memerhatikan serta merenungkan bagaimana proses yang dilaluinya sehingga siap dimakan.
Ayat 25 hingga 30 menjelaskan sekelumit proses itu dan hasil yang dipersembahkannya, yakni Sesungguhnya Kami telah mencurahkan air dari langit sederas-derasnya (25), kemudian Kami belah bumi yakni merekahnya melalui tumbuh-tumbuhan dengan belahan yang sempurna (26), lalu Kami tumbuhkan padanya yakni di bumi itu biji-bijian (27), dan anggur serta sayur-sayuran (28) dan juga pohon Zaitun serta pohon kurma (29), kebun-kebun yang lebat (30), serta buah-buahan dan Abba*) yakni rumput-rumputan (31) Itu semua adalah untuk kesenangan kamu wahai umat manusia dan juga untuk binatang-binatang ternak kamu (32).
* Sayyidina Abu Bakar ra. pernah ditanya tentang arti Abba (ayat 31), lalu beliau menjawab dengan 'Saya tidak tahu.' Jawaban serupa dikemukakan juga oleh Sayyidina Umar Ibnu al-Khaththab ra. Ini memberi pelajaran untuk tidak menjawab pertanyaan yang kita tidak ketahui, sekaligus larangan menafsirkan al-Qur'an secara spekulatif. Biarlah orang lain atau generasi berikut yang menjelaskannya, bila mereka mampu.
Pelajaran yang Dapat Dipetik Dari Ayat 24-32
1.
Melihat dan merenung tentang bahan makanan, bagaimana proses kejadiannya, lalu
memilih yang terbaik dan sesuai untuk dimakan, merupakan salah satu perintah
Allah yang perlu diperhatikan.
2.
Setiap orang harus dapat menarik pelajaran dari fenomena alam, semakin dalam
renungan, semakin banyak rahasia dan manfaatnya yang dapat terungkap.
3.
Manusia hendaknya selalu mengingat nikmat-nikmat Allah—dan alangkah banyaknya
nikmat tersebut, antara lain ketersediaan yang lebih dari cukup dia4.persada
bumi ini bahan pangan untuk seluruh makhluk hidup.
Ayat-ayat
yang lalu menguraikan tentang aneka makanan yang disiapkan Allah bagi manusia.
Di sana ,
terlihat betapa Allah kuasa mencipta. Pepohonan dipetik buahnya bahkan
berguguran dedaunannya, khususnya pada musim gugur, kemudian berkembang lagi
pada musim bunga. Apa yang berjatuhan dari pepohonan, lalu bercampur dengan
tanah dapat tumbuh lagi, antara lain menunjuk kuasa-Nya membangkitkan yang
mati.
Jika demikian, kiamat pasti datang. Nah, ayat 33 menegaskan: maka apabila kiamat datang dengan suara yang memekakkan yaitu tiupan sangkakala yang kedua, pertanda bangkitnya semua makhluk dari kuburnya, pada hari itu semua manusia lari dari saudaranya (34), dan dari ibu dan bapaknya (35), serta dari teman yakni istri dan anak-anaknya (36). Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang sangat menyibukkannya (37) sehingga masing- masing hanya mengurus dirinya, enggan diganggu oleh siapa pun.
Setelah masing-masing selesai mempertanggungjawabkan amal-amalnya, maka ketika itu menurut ayat 38, banyak muka-muka yang berseri-seri penuh cahaya, tertawa dan gembira ria menikmati anugerah Allah (39). Mereka itu adalah orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan menurut ayat 40, banyak juga muka-muka pada hari itu, wajah-nya terdapat debu yakni ditempel oleh debu sehingga tampak keruh, dan ditutup oleh kegelapan yang sangat hitam (41). Mereka itu adalah orang-orang kafir yang mengingkari keesaan Allah dan keniscayaan kiamat lagi pendurhaka-pendurhaka (43), yakni pelaku-pelaku kejahatan dan amal-amal
tidak terpuji.
Pelajaran yang Dapat Dipetik Dari Ayat 33-42
Jika demikian, kiamat pasti datang. Nah, ayat 33 menegaskan: maka apabila kiamat datang dengan suara yang memekakkan yaitu tiupan sangkakala yang kedua, pertanda bangkitnya semua makhluk dari kuburnya, pada hari itu semua manusia lari dari saudaranya (34), dan dari ibu dan bapaknya (35), serta dari teman yakni istri dan anak-anaknya (36). Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang sangat menyibukkannya (37) sehingga masing- masing hanya mengurus dirinya, enggan diganggu oleh siapa pun.
Setelah masing-masing selesai mempertanggungjawabkan amal-amalnya, maka ketika itu menurut ayat 38, banyak muka-muka yang berseri-seri penuh cahaya, tertawa dan gembira ria menikmati anugerah Allah (39). Mereka itu adalah orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan menurut ayat 40, banyak juga muka-muka pada hari itu, wajah-nya terdapat debu yakni ditempel oleh debu sehingga tampak keruh, dan ditutup oleh kegelapan yang sangat hitam (41). Mereka itu adalah orang-orang kafir yang mengingkari keesaan Allah dan keniscayaan kiamat lagi pendurhaka-pendurhaka (43), yakni pelaku-pelaku kejahatan dan amal-amal
tidak terpuji.
Pelajaran yang Dapat Dipetik Dari Ayat 33-42
1.
Perhatikanlah fenomena alam niscaya Anda memperoleh contoh tentang kuasa Allah
membangkitkan orang yang telah mati.
2.
Pada hari kiamat, semua orang sibuk dengan dirinya sendiri. Semua juga takut
mempertanggungjawabkan amal-amalnya tanpa dapat melempar tanggung jawab, tidak
juga dapat saling tolong-menolong, kendati yang mengharapkan bantuan adalah
orang yang paling dicintai. Situasi ini paling tidak terjadi pada awal tahap
perhitungan Allah.
3.Di
hari kemudian hanya ada dua kelompok besar, yaitu yang bermuka ceria dan
bergembira ria, karena berbahagia dengan surga dan yang bermuka keruh lagi
berwajah hitam karena takut, sedih memperoleh siksa yang pedih.
Demikian , Wa Allah A'lam.
Posting Komentar