Ibnu ‘Asyur sejarah dan pemikirannya
A. Silsilah Ibnu
‘Asyur
Kehidupan Ulama merupakan kehidupan yang dikelilingi oleh
orang-orang yang yang “tercerahkan” oleh Islam. Lingkungan mereka adalah
lingkungan yang memadukan kesalehan sosial dan intelektual. Tidak ada seorang
ulamapun yang hidup tanpa lingkungan yang memanifestasikan ilmu dalam tataran
praktis, sehingga ulama adalah orang yang mumpuni dalam keilmuan dan memiliki
kesadaran sosial. Begitupun ulama yang satu ini.
Nama lengkapnya adalah Muhammad at-Thahir Ibnu Muhammad bin
Muhammad at-Thahir bin Muhammad bin Syekh Muhammad as-Syadzili bin al-‘Alim
Abdul Qadir bin al-‘Alim az-Zahid al-Wali as-Shalih Syekh Mahmad bin ‘Asyur .
Muhammad at-Tahir ibnu ‘Asyur Dilahirkan di dekat ibu kota tunisia pada tahun
1296 H. / 1879 M. Beliau adalah keturunan keluarga ulama besar yang dirunut
akan sampai hingga ulama maliki andalusi.
B. Perjalanan
keilmuan Ibnu ‘Asyur
Ibnu ‘Asyur tumbuh dalam keluarga yang mencintai ilmu yang
mengakar pemahaman agamanya. Pertama Ibnu ‘Asyur belajar Al-quran dan
menghafalnya kepada Syekh Muhammad al-Khiyari di mesjid Sayyidi Abi Hadid yang
berdekatan dengan rumah nya. Dan pada usia 14 tahun Ibnu ‘Asyur masuk
universitas Zaitun dimana di situ beliau belajar dengan tekun hingga terkenal
dengan kecerdasannya. Dan di Universitas
Zaitunah Ibnu ‘Asyur belajar arti tentang perlawanan sikap taqlid dan mengajak
kepada pembaharuan pemikiran. Dimana slogan mereka yang masyhur ialah ‘ agama
Islam adalah Agama pemikiran, peradaban, pengetahuan dan modernitas’.
Read More..
Diantara ulama besar yang pernah mendidik Ibnu ‘Asyur
adalah Syekh Ahmad bin Badr al-Kafy,
Ibnu ‘Asyur belajat darinya Qaedah-qaedah bahasa arab, Syekh Ahmad Jamaluddin,
Ibnu ‘Asyur membaca kepadanya (al-Qatr) dalam disiplin nahwu dan (ad-diry) fiqh
Maliiki, Syekh Salim Bawahajib beliau adalah Faqih, Ahli bahasa, sastra dan
mumpuni dalam ilmu matematika, sejarah dan geografi.
Dalam pertemuannya dengan Muhammad Abduh, Tahir ibnu ‘Asyur
menyampaikan gagasan-gagasan pembaharuan dalam ranah pendidikan dan sosial
dimana gagasan Ibnu ‘Asyur tertuang dalam kitabnya ‘Ushul nidham al-Ijtima’i
fil Islam’. Begitupun relasi pembaharuan Ibnu ‘Asyur dengan Rasyid Ridha dan
pemikiran kreatifnyapun tertiang dalam majalah al-Manar.
Pada Tahun 1907 M/ 1325 H. Ketika Ibnu ‘Asyur menjabat
posisi sentral di Universitas Zaitun, beliau gencar2 melontarkan idea-idea
pembaharuan dalam bidang pendidikan, memaparkannya kepada pemerintah hingga
Ibnu ‘Asyur bisa melaksanakan program-programnya .pembaharuan dalam bidang
pendidikan di Universitas Al-Zaitun dirasakan sendiri oleh Muhammad Abduh
bahkan Abduh sendiri merasa takjub akan perkembangan pembaharuan di Zaitun
sendiri. Dalam salah satu pernyataannya “ orang-orang Muslim ( Ulama-ulama )
al- Zaitun telah mendahului kami dalam hal pembaharuan kurikulum pendidikannya
hingga yang terdapat di Universitas al-Zaitun lebih baik ketimbang apa yang
dihasilkan oleh Ulama-ulama Al-Azhar ”.
C. Karya-karya
Ibnu ‘Asyur
Ibnu ‘Asyur merupakan ulama kontemporer yang sangat
produktif, hampir disetiap bidang kajian ilmu keislaman beliau memiliki
karangan. Namun diantara kitabnya dia memiliki sejumlah karya yang terbilang
merupakan karya monumental abad 14 ini. Diantaranya adalah Maqashid as-Sayri’ah
al-Islamiyah ( Ushul Fiqh ) dan at-Tahrir wa at-Tanwir ( Tafsir ).
Ada yang menarik dari sekian banyak karangan Ibnu ‘Asyur,
dimana dia tidak terlalu memberikan perhatian dalam penyusunan kitab melainkan,
beliau sangat produktif menulis diberbagai majalah seperti Az-Zaituniyah ( yang
diterbitkan oleh Universitas az-Zaitun ) dari majalah ini muncullah kitab
tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir ( tafsir pembebasan dan pencerahan ), dan majalah
al-Hidayah al-Islamiyah, dari majalah ini terbitlah karya beliau yang berjudul
Ushul Nidham al-Ijitima’i fil Islam ( dasar sistem sosial dalam Islam ), dan
dari majalah al-Majma’ al-Ilmiy al-‘Araby bi dimasq muncul kitab syarh
al-Muqaddimah al-Adabiyah ( penjelasan pengantar kajian sastra ).
D. Pemikiran dan
kontribusi Ibnu ‘Asyur dalam Ushul fiqh
Bagi Ibnu ‘Asyur sebagaimana ditulisnya dalam kitab ‘ushul
nidham al-Ijtima’i fil Islam’ perubahan system dalam seluruh sisi kehidupan
dunia telah menuntut kita untuk memperbaharui pemikiran dan nilai-nilai
rasionlitas dengan mengajak untuk memperbaiki system pendidikan.
Menurut Ibnu ‘Asyur,bahwa ayat yang berbicara tentang ibadah
dan etika islami lebih banyak ketimbang ayat mu’amalah ini lebih dilatar
belakangi dengan masalah prinsipil yang ada di era dakwah Nabi di mekkah.
Ini menunjukkan bahwa perhatian ushul-nya Ibnu ‘asyur
mengacu kepada maqashid. Dan hal yang menjadi perhatian besar ulama adalah
mememukan kerusakan dari maqashid yang pasti agar mereka menjadikan hal
tersebut dasar dari fiqh. Dan sebaghian
ulama telah mencoba untuk meneliti dan mengkontruksi fiqh dengan dasar-dasar
yang konkrit atau pasti. Dan menurut Ibnu ‘Asyur bahwa orang yang pertama
mencoba untuk melakukan konstruk fiqh melalui maqashidnya dengan dalil-dalil
yang konrkrit adalah Imam Al Haramain, ini dibuktikan dengan perkataannya dalam
kitab al-Burhan fi Ushul fiqh “ sesungguhnya
ushul fiqh adalah hal-hal konkrit dalam pengertian ulama ushul . ”
Dan tidak diragukan bahwa yang dimaksudnya adalh
kepastian-kepastian dari pendengaran. Karna tidak ada jalan untuk memperoleh
kepastian rasional kecuali dalam ushul al-din.
Ibnu ‘Asyur juga menyatakan bahwa jika terjadi pertentangan
antara dua maslahat, maka didahulukan yang lebih besar maslahatnya. Dalam
pembagian maslahat ditinjau dari sisi pengaruhnya pada umat ada tiga yaitu
dharuri,hajjiah, dan tahsiniyah . pembagian maslahat dilihat dari kaitannya
dengan sosial atau individu dibagi dua ada maslahat universal dan maslahat
partikular.
Dalam sebuah pengantarnya Dr. Toha Jabir al-Alwani
mengomentari kitab nadzriayatu maqashidl ‘inda Imam Muhammad Thahir Ibnu
‘Asyur- lebih tepatnya tesis Ism’ail al-hasani, menyatakan bahwa Ibnu ‘Asyur
berangkat dari pemahaman Muwafaqatnya as-Syatibi (Maliki) dan al-Qarafi
(Maliki) serta maqashidnya Najmuddin Sulaiman al-thufi (Hanbali). Dan uniknya
Ibnu ‘Asyur banyak memperoleh pemahaman maqashidnya dari pemahaman as-Syatibi.
Posting Komentar